“SAPIENTIA CORDIS”

oleh -18 Dilihat

(Pesan Paus untuk Hari Orang Sakit Sedunia 2015)

Oleh : Yoseph Bruno Dasion, SVD *)

TANGGAL 11 Februari 2015 Gereja Katolik merayakan Hari Orang Sakit-23. Dalam Pesannya bagi Gereja sejagad, Paus Fransiskus mengingatkan kita semua akan pentingnya apa yang disebutnya sebagai “Sapientia Cordis” atau “Kebijaksanaan Hati” dalam pelayanan kita kepada semua orang sakit,baik mereka yang ada di rumah (keluarga), rumah sakit poliklinik atau di rumah-rumah jompo, dan lain-lain, yang oleh alasan tertentu menderita sakit dan membutuhkan pelayanan perawatan dari kita semua.

Bersama Ayub, Paus mengajak kita untuk selalu berusaha “menjadi mata bagi mereka yang buta, dan kaki bagi mereka yang tidak bisa berjalan dengan kakinya sendiri” (Ayub 29:15).

Pesan Paus Fransiskus

Berikut saya menuliskan sari-sari pesan Paus sebagaimana yang dimuat oleh “he Chatolic Weekly Jepang”per tanggal 8 Pebruari 2015. Kita coba memahami apa yang dimaksudkan Paus dengan “Sapientia Cordis”.

(1) Kebijkasanaan yang dimaksudkan di sini bukanlah sebuah kebijaksaan dalam arti akademik atau sebuah pengetahuan absurd, atau sebuah hasil kajian teoretis, melainkan mengacu tegas kepada apa yang ditulis oleh Rasul Santo Yakobus dalam suratnya(Yakobus 3:17) “hikmat yang dari atas adalah pertama-tama murni, selanjutnya pendamai, peramah, penurut, penuh belas kasihan, dan buah-buah yang baik, tidak memihak dan tidak munafik.“ Dan, kebijaksanaan ini adalah sebuah sikap hidup yang merupakan anugerah Roh Kudus. Kebijaksanaan ini dapat kita temukan hanya di dalam diri mereka yang tekun dan tulus memperhatikan sakit dan penderitaan saudara-saudari yang sakit, dan menemukan Allah yang diam di dalam mereka. Oleh karena itu, kita perlu berdoa bersama pemazmur “Ajarlah kami untuk menghitung hari-hari kami sedemikian, hingga kami beroleh hati yang bijaksana“ (Mazmur 90:12).

(2) Kebijaksanaan Hati adalah melayani semua saudara dan saudari. Kata-kata Ayub “aku menjadi mata bagi orang buta dan kaki bagi orang lumpuh“ menegaskan cara hidupnya sebagai seorang manusia yang benar dan seorang pemimpin yang tidak pernah lupa melaksanakan tugasnya untuk melayani mereka yang miskin dan menderita, yang berteriak meminta pertolongannya (Ayub 29:12-13).

Dalam dunia dewasa ini pun, tak terhitung banyaknya manusia kristen yang, bukan hanya dengan kata-kata, tetapi berakar di dalam imannya yang kokoh selalu hidup sebagai “mata bagi yang buta” dan “kaki bagi mereka yang lumpuh.” Tanpa lelah mereka selalu menyertai dan merawat para pasien yang membutuhkan bantuan 24 jam, menggantikan dan mencuci pakaian mereka, menyiapkan makanan, dan lain-lain. Mereka melakukan semua tugas pelayanan ini dengan senang hati, meskipun sering tidak ditimpali dengan ucapan syukur dan terimakasih dari orang sakit yang mereka rawat. Mereka melakukan semuanya karena sadar bahwa tugas pelayanan ini adalah jalan menuju pengudusan diri mereka. Kekuatan satu-satunya bagi semua pelaku pelayanan kemanusiaa ini adalah iman akan Tuhan yang selalu hadir, menyertai, menguatkan dan memberikan hiburan rohani bagi mereka.

(3) Kebijaksanaan Hati berarti ada bersama saudara dan saudari kita.

Ada dan tinggal bersama semua saudara dan saudari kita yang sakit adalah sebuah saat yang kudus, dimana kita memuji dan memuliakan Allah, sama seperti Yesus Kristus yang berkata “Aku datang bukan untuk dilayani, melainkan untuk melayani dan untuk memberikan nyawa-Ku menjadi tebusan bagi banyak orang“(Matius 20:28). Yesus juga lebih lanjut mengatakan bahwa “Aku ada di tengah-tengah kamu sebagai pelayan“ (Lukas 22:27).

Kita tidak hanya diajak untuk melakukan sesuatu, tetapi kita juga diingatkan untuk menyadari nilai penting “ada” di samping para pasien, yang dapat membantu para pasien merasakan cinta dan ketenteraman dalam sakit dan penderitaan yang sedang mereka alami.

Kita harus berhati-hati untuk tidak salah mengartikan “kualitas hidup” dengan membatasinya hanya pada prestasi material dari sebuah pekerjaan yang dilakukan secara fisik, agar tidak menutup mata pada kalitas hidup yang dihidupi oleh orang-orang sakit, khususnya mereka yang hanya terbaring tak berdaya di tempat tidur karena penyakit berat atau karena sebuah cacat tubuh tertentu. Kita harus bisa menghormati dan menerima mereka sebagai manusia yang berkemampuan khusus, yang dapat memberikan kita sebuah anugerah khusus yang tidak bisa diberikan oleh orang sehat.

(4) Kebijaksanaan Hati berarti keluar dari diri sendiri dan pergi mengunjungi saudara dan saudari kita.

Manusia dalam dunia dewasa ini sering melupakan pentingnya nilai pedampingan bedside bagi orang-orang sakit. Karena disibukkan oleh berbagai tugas dan pekerjaan, kita akhirnya lupa untuk memberikan diri kita tanpa pamrih untuk melayani saudara dan saudari kita. Begitu mudahnya kita melupakan sebuah tugas penting yang harus kita lakukan sebagai manusia, yakni bahwa kita hidup untuk bertanggungjawab bagi orang lain. Terlupakannya tugas dan tanggungjawab ini dikarenakan kita tidak menganggap penting sabda Tuhan “segala sesuatu yang kamu lakukan untuk salah serorang dari saudaraku yang paling hina ini, kamu telah melakukannya untuk Aku.”(Matius 25:40).

(5) Kebijaksanaan Hati berarti tidak menghukum saudara dan saudari kita, melainkan menjalin solidaritas dengan mereka.

Untuk mewujudkan cinta dibutuhkan waktu. Waktu untuk melayani dan merawat orang sakit; waktu untuk mengunjungi mereka; waktu untuk duduk di samping mereka. Sebagaimana kawan-kawan Ayub hanya datang dan duduk bersamanya selama tujuh hari tujuh malam, tanpa sepatah katapun keluar dari mulut mereka untuk menghakiminya (Ayub 2:13), demikianlah halnya, tugas karitatif yang kita lakukan dalam mendampingi dan merawat saudara-saudari kita yang sakit, harus dilakukan tanpa ujud menghakimi dan mempersalahkan mereka. Kita juga tidak boleh mendampingi mereka sambil menyembunyikan dalam hati rasa puas diri atau sikap rendah hati yang sengaja dibuat-buat.

Pengalaman penderitaan Ayub mendapat jawabannya yang genuin hanya di dalam Salib Yesus sebagai aktus paling sempurna dari solidaritas Allah dengan kita manusia, sebuah aktus solidaritas yang sungguh bebas dan kaya belaskasihan. Jawaban cinta Allah kepada drama penderitaan manusia, terpatri kekal pada seluruh Tubuh Kristus yang bangkit; luka-lukaNya yang mulia sering menjadi skandal bagi iman kita, tetapi sekaligus juga menjadi bukti dan kesaksia bagi iman (bdk. Homili pada upacara kanonisasi Johanes XXIII dan Yohanes Paulus II, 27 Apirl 2014).

Kadang kita mengalami bahwa rasa sakit, kesendirian dan ketakberdayaan menyulitkan kita untuk melangkah pergi mengunjungi saudara-saudari kita. Tetapi semua pengalaman sakit dan menderita dapat menjadi sarana istimewa untuk menyalurkan rahmat dan dapat juga menjadi sumber untuk memperoleh dan bertumbuh di dalam sapientia cordis.

Dalam semua pengalaman akan sakit dan penderitaan, kita juga pada akhirnya dapat memahami apa yang dikatakan Ayub kepada Allah “Hanya dari kata orang saja aku mendengar tentang Engkau, tetapi sekarang mataku sendiri memandang Engkau“ (Ayub 42:5).

Setiap orang yang dalam iman menerima pengalamannya tenggelam di dalam misteri sakit dan penderitaan akan sanggup tampil sebagai saksi hidup bagi kita tentang iman yang sanggup merangkul sakit dan penderitaan, walaupun kita tidak penuh memahami mengapa kita harus menderita.

(6) Saya (Paus) menyerahkan Hari Orang Sakit Sedunia ini ke dalam perlindungan keibuan Maria, yang mengandung dan melahirkan Kebijaksanaan yang menjelmah menjadi manusia: Yesus Kristus, Tuhan kita.

Ya Maria, Takhta Kebijaksanaan, Sebagai Ibu jadilah pengantara bagi semua yang sakit dan bagi semua mereka yang merawatnya. Berdoalah bagi kami, agar melalui pelayanan yang kami berikan kepada semua sesama, dan melalui pengalaman sakit dan penderitaan itu sendiri, semoga kami boleh menerima dan menghidupi kebijaksanaan hati yang sejati!

Bersama dengan doa ini saya mengirimkan Berkat Apostolikku bagimu semua.

Mari kita simak pesan paus ini agar kita selalu menyadari tugas dan tanggungjawab kita sebagai manusia yang selalu siap sedia untuk melayani dan merawat dengan sepenuh hati siapapun yang sakit dan menderita, yang membutuhkan perhatian dan kasih sayang kita.

Merayakan Hari Orang Sakit Sedunia tentu saja tidak boleh kita pahami hanya untuk mereka yang sedang sakit dan dirawat, baik di rumah sakit-rumah sakit atau di rumah-rumah kita.

Pesan ini juga tidak hanya diperuntukkan bagi saudara dan saudari kita yang bertugas merawat semua orang sakit sebagai dokter, perawat, konselor kesehatan dan lain-lain.

Ruang pemahaman “orang sakit” bisa kita perluas mencakupi semua orang, semua kita, yang sedang menderita oleh berbagai ketidakberuntungan yang kita alamai dalam mengarungi lautan kehidupan moderen yang kaya masalah. Semua orang yang tersandung jatuh karena tergoda dosa-dosa sosial, dan yang membutuhkan perhatian dan pertolongan kita agar dapat bertumbuh dan berkembang sebagai manusia yang baik.

Oleh karena itu peran dokter dan perawat bisa juga diperluas artinya mencakupi peran-peran kehidupan yang semua kita lakukan demi membantu seorang manusia untuk bertumbuh sebagai seorang pribadi yang sehat dengan akhlak yang agung.

Sambil berdoa bagi semua saudara dan saudara kita yang membaktikan dirinya bagi tugas-tugas medis di rumah sakit-rumah sakit, kita juga berdoa bagi diri kita sendiri agar kita juga tetap sehat jiwa dan badan, agar dapat membantu menyembuhkan berbagai luka dan penyakit sosial yang sedang menggerogoti kesehatan kehidupan kita semua. *) Misionaris SVD di Nagoya, Jepang