Ir. Umbu Laya Sobang M.Si
KUPANG – Pernyataan Gubernur NTT Viktor Bungtilu Laiskodat (VBL) bahwa banyak sarjana yang tidak laku dan secara khusus menunjuk pertama sarjana peternakan dan pertanian, memantik protes dan tantangan balik dari sejumlah alumni dan dosen.
“Pernyataan beliau bisa saja benar tetapi pernyataan tersebut menjadi bola liar karena tidak disertai data dan fakta,” kritik Ir. Umbu Laya Sobang M.Si, alumni sekaligus dosen Fakultas Peternakan Universitas Nusa Cendana, kepada wartawan, Minggu (5/9/2021).
Menurut Umbu, jika dilihat dari data yang juga merupakan produk BPS NTT, tertera jelas bahwa struktur ekonomi NTT tahun 2020 dari sektor pertanian secara umum termasuk peternakan masih dominan dengan kontribusi sebesar 28,51%.
“Artinya bahwa pendorong berkembangnya sektor lain baik sekunder dan tersier masih ditentukan sektor ini. Belum lagi untuk mendukung sektor pendidikan untuk kuliahkan anak dari hasil ternak dan pertanian, bisa membuat rumah yg layak karena jual ternak, untuk biaya kesehatan yang mahal jual ternak, belum lagi sebagai buffer ketika terjadi rawan pangan,” tegasya.
Menurut dia, jika berbicara antar pulau ternak, maka setiap tahun NTT antar pulaukan ternak besar (sapi, kuda, kerbau) bisa 50 ribu ekor dan jika dikonversi ke rupiah dengan rata-rata 8 juta saja per ekor, maka sektor peternakan sudah memasukkan Rp 400 miliar per tahun dari jawa ke NTT.
Dia juga memberikan gambaran bahwa ada banyak yang justru hidup dari usaha dan niaga ternak sapi mulai dari penjual rumput dan tali di pasar hewan, pedagang pengumpul, transportasi. Tapi sayangnya sebagian ternak yang dikirim tersebut masih usaha sendiri peternak rakyat dan mungkin juga alumni peternakan dan pertanian ada di dalam.
“Sampai saat ini belum terdengar ada usaha peternakan yang dikelola pemerintah dan memberikan kontribusi yang signifikan untuk pendapatan daerah” tegas dosen yang selalu murah senyum dan baik pada mahasiswa ini.
Dia juga mengatakan, jika gubernur ingin mengevaluasi tingkat pengangguran sarjana di NTT, maka harus ada data yang memetakan tingkat pengangguran sarjana berdasarkan kompetensi keilmuan; apa benar yang menganggur benar hanya dari alumni peternakan dan pertanian.
“Kalau mengatakan bahwa sarja peternakan dan pertanian tidak laku, terus bagaimana dengan kompetensi ilmu lain seperti Fisip, Hukum, MIPA?” gugat Umbu.
Menurut dia, jika semua sudah bekerja dan terserap, kenapa ekonomi NTT tidak bergerak maju. Karena itu, sebut dia, jika berbicara pengangguran intelektual yang terjadi di seluruh Indonesia, siapa yang harus disalahkan; apakah hanya lembaga yang melahirkan mereka sarjana atau itu juga tanggung jawab pemerintah yang tidak menyiapkan lapangan kerja sehingga bisa diuji kemampuan mereka.
“Menurut saya saat ini jauh lebih penting Pemda harus terbuka untuk bekerja sama dengan perguruan tinggi ketimbang saling menyalahkan. Yang ada di depan mata kita sekarang adanya kebijakan merdeka belajar kampus. Merdeka untuk menyiapkan SDM yg handal,” tandas dia.
Dia juga kembali bertanya pada Gubernur NTT, apakah Pemda baik propinsi atau kabupaten siap untuk bekerjasama dengan Perguruan Tinggi di NTT untuk menerjunkan mahasiswa selama 1 atau 2 semester ke desa-desa untuk membantu menggerakkan sektor pertanian dan peternakan.
“Kalau point ini belum kita lakukan maka hemat saya janganlah kita saling menyakiti sebagai sesama saudara di daerah tercinta ini dan kita belajar menyelesaikan tugas kita masing-masing. Karena penilaian dilakukan oleh pihak yang berbeda, kalau kami jelas yang nilai kami berhasil atau tidak adalah kemendikbudristek tapi kalau Pemda saya kurang tahu siapa yang memberikan penilaian. Jika Gubernur ingin kami bantu, silahkan luangkan waktu berdiskusi atau berdialog dengan kami semua,” tantang dia.
Sementara itu, Yonathan Gah sebagai alumni Fakuktas Peternakan menantang Gubernur NTT agar bisa lebih banyak meluangkan waktu untuk berdiskusi dengan dosen serta para alumni peternakan di NTT dalam membantu pembangunan di NTT.
“Kalau bisa pak gubernur, rajin diskusi dengan dosen Fapet, alumni Fapet Undana, agar bisa tahu apa saja yang diinginkan alumni. Bukan hanya pemerintah saja yang menginginkan alumni itu laku dalam arti bisa pelihara ternak sebanyak-banyaknya, lalu pujian akhirnya diberikan pada pemerintah itu hal yang keliru,” tegasnya. (*/rnc/st)