JAKARTA – Merombak kabinet merupakan hak prerogatif paling mutlak seorang presiden sebagaimana diatur dalam konstitusi kita. Pasal 17 ayat 2 Undang-Undang Dasar 1945 menyatakan para menteri diangkat dan diberhentikan presiden.
Hak prerogatif presiden lainnya dalam hal mengangkat pejabat tinggi negara tidak sepenuhnya mutlak, tetapi mesti mendapat pertimbangan atau persetujuan lembaga negara lain. Sebagai contoh, presiden mengangkat duta besar dengan memperhatikan pertimbangan DPR. Contoh lain, presiden mengangkat Kapolri atas persetujuan DPR.
Hak mengangkat dan memberhentikan menteri tidak memerlukan pertimbangan, apalagi persetujuan lembaga negara lain. Ia sepenuhnya menjadi hak presiden.
Karena sepenuhnya hak presiden, sesungguhnya tidak mengapa juga bila presiden meminta saran atau pertimbangan pihak lain, apakah itu wakil presiden atau partai politik pendukung. Presiden malah disarankan berdiskusi dengan wakil presiden ketika hendak merombak kabinet karena keduanya dipilih rakyat secara langsung dalam satu paket.
Presiden tidak melanggar konstitusi bila meminta dan menerima pertimbangan pihak lain ketika hendak merombak kabinet. Presiden melanggar konstitusi bila, misalnya, mengangkat duta besar tanpa meminta pertimbangan DPR atau mengangkat Kapolri tanpa persetujuan DPR.
Dalam bahasa lugas, terserah presiden, suka-suka presiden, apakah ia meminta atau tidak meminta pertimbangan pihak lain ketika hendak merombak kabinet. Bagaimana bila ada pihak-pihak yang mendesak Presiden merombak kabinet sebagaimana yang dituduhkan dilakukan Ketua DPP PAN Azis Subekti?
Azis pernah mengatakan ia mendapat informasi valid dari lingkaran istana bahwa dalam waktu dekat Presiden akan merombak kabinet. Azis malah mengatakan dua kader PAN akan diangkat menjadi menteri perhubungan dan menteri kehutanan dan lingkungan hidup.
Sebetulnya tidak apa-apa Azis atau PAN melakukan itu. Namanya juga usaha. Siapa tahu Presiden terharu lalu mengangkat kader partai yang kini mendukung pemerintah itu. Tidak apa-apa dalam arti tidak melanggar hukum. Paling banter, Azis melakukan ketidakpantasan. Terang benderang tidak etis mendikte Presiden dengan ‘menyodorkanâ’ nama-nama calon menteri dari PAN, apalagi dengan menyebut nama-nama menteri yang akan digantikan mereka.
Azis, atau siapa pun yang dianggap mendesak perombakan kabinet, tidak melakukan pelanggaran konstitusional karena subjek konstitusional sebagaimana diatur UUD 1945 ialah presiden. Tinggal Presiden mau didesak-desak atau tidak.
Bola mutlak dalam genggaman Presiden. Terserah dan suka-suka Presiden apakah akan merombak kabinet atau tidak, meminta pertimbangan atau tidak kepada pihak lain, atau akan menggunakan pertimbangan itu atau tidak.
Saat bicara ‘terserah presiden’, Presiden Jokowi di Bogor, Jawa Barat, kemarin, menyatakan emoh didesak, didikte, diintervensi, atau direcoki dalam urusan perombakan kabinet. Inilah pertama kali Presiden Jokowi mengomentari wacana perombakan kabinet.
Jadi, setoplah mendikte Presiden. Kelak siapa tahu Presiden meminta pertimbangan Anda, silakan berikan, tapi jangan mendikte. Gitu aja kok heboh! (mi/jk)