Setuju Karang Dempel Ditutup, Tapi PSK Minta Ditunda ke Tahun 2020

oleh -11 Dilihat

KUPANG, mediantt.com – Bertepatan dengan Hari HAM sedunia, Senin (10/12/2018), sejumlah pekerja skes komersial (PSK) penghuni lokalisasi Karang Dempel (KD) di Tenau Kupang, dibawah payung Front Perjuangan Rakyat dan Front Mahasiswa Nasional, demo ke DPRD NTT. Para PSK itu mendesak Walikota Kupang, Jefri Riwu Kore menunda penutupan lokalisasi KD tersebut ke tahun 2020.

Kordinator PSK KD Blok sederhana, Sri Utani, kepada pers menuturkan,
130 PSK yang bekerja di lokalisasi Karang Dempel, meminta penundaan penutupan lokalisasi KD pada 1 Januari 2019.

Ia menjelaskan, penghuni lokalisasi Karang Dempel yang menghuni empat blok yaitu blok Sederhana, Bukit Indah, Gading dan Citro, tidak menolak terhadap rencana pemerintah menutup kawasan prostitusi tersebut.

“Kami tidak menolak rencana pemerintah untuk menutup lokalisasi tersebut, namun kami mengharapkan agar dapat dilakukan pada 2020, karena hampir semua PSK yang ada belum memiliki keuangan yang memadai untuk membuka usaha,” kata Sri.

Kepala Dinas Sosial Kota Kupang Felibertus Amaral ketika dikonfirmasi secara terpisah mengatakan, pihaknya sudah berulang kali melakukan sosialisasi kepada para penghuni KD soal rencana Pemerintah Kota Kupang menutup lokalisasi itu mulai 1 Januari 2019.

“Sosialisasi terus kami lakukan, dan para penghuni KD umumnya mengiyakan rencana pemerintah tersebut, apalagi dibekali dengan modal kerja yang dialokasikan pemerintah sebesar Rp 500 juta setelah meninggalkan lokalisasi tersebut,” tegas dia.

Menurut Sri, penundaan penutupan lokalisisi KD akan berdampak pada kehilangan pendapatan ekonomi keluarga para PSK. “Kami yang bekerja di KD merupakan tulang pungung keluarga. Kami bisa membiayai kebutuhan keluarga dari pekerjaan kami selama ini. Kami masih ada tangungan anak sekolah di Jawa,” kata Sri.

Kata dia, apabila penutupan lokalisasi KD dilakukan pada 1 Januari 2019 dapat berdampak pada anak-anak mereka yang terancam putus sekolah karena ketiadaan biaya pendidikan. “Anak kami bisa berhenti sekolah karena tidak memiliki biaya pendidikan,” ujarnya.

Ia mengatakan, Pemerintah Kota Kupang sudah pernah melakukan sosialisasi terkait rencana penutupan lokalisasi terbesar di daerah itu. “Kami minta penutupan ditunda dalam kurun waktu satu atau dua tahun ke depan,” katanya.

Sri mengaku kecewa terhadap DPRD NTT yang tidak responsif terhadap kehadiran ratusan PSK ke gedung dewan tersebut untuk menyampaikan aspirasinya.

“Mungkin karena kami ini rakyat kecil yang tidak memiliki arti apa-apa sehingga aspirasi kami kurang diperhatikan para anggota DPR. Tidak satupun anggota DPRD NTT yang datang menemui kami,” kata Sri, kecewa. (jdz)