Lewoleba, mediantt.com — Wakil Bupati Lembata, Viktor Mado, SH, sangat respek dengan kasus kematian almarhuma Emiliana Lince, warga Lerahinga, Kecamatan Lebatukan, Lembata, di RSUD Lewoleba. Setelah mensinyalir ada yang tidak beres di RSUD, Wakil Bupati berusaha mencari tahu sebab-musebab mengapa ibu hamil yang harusnya datang satu dan pulang dua, tapi malah dua-duanya tidak pulang semua, Rabu (1/4/2015) langsung melakukan inspeksi mendadak (Sidak) ke RSUD Lewoleba.
Seperti disaksikan mediantt.com, kedatangan Wakil Bupati mengagetkan pihak manajemen. Sejumlah bidan panik, karena sidak wakil bupati ini berhubungan dengan kejadian pada ruang bersalin yang menyebabkan Ibu Emiliana Lince, meninggal tanpa sempat melahirkan jabang bayinya.
Begitu masuk di ruang bersalin, Wakil Bupati langsung menegaskan, “Revolusi Kesehatan Ibu dan Anak (KIA) mengharuskan bahwa ibu hamil yang berkunjung ke rumah sakit untuk melahirkan, prinsipnya datang satu pulang dua, tapi kenapa di RSUD Lewoleba ini datang satu malah tidak pulang semua? Ini sangat menyedihkan”.
Karena itu, Viktor Mado yang adalah politisi PDIP ini meminta para medis untuk menjelaskan secara detail kejadian pada malam saat Ibu Emiliana yang hendak melahirkan tapi akhirnya menghembuskan nafas terakhir tanpa sempat melahirkan sang jabang bayi. Ia juga meminta Plh RSUD Lewoleba, Herman Yosep, untuk menjelaskan alasan dan pertimbangan apa untuk membeli peti jenazah sampai menjanjikan membiayai doa hingga 40 malam.
Kepala Ruangan Bersalin, Ony Karang, yang sebelumnya tidak mau menghadap Direktur RSUD ketika diminta untuk memberi penjelasan soal kematian Ibu Emilaiana, kepada wakil bupati dengan gugup mengatakan, tindakan yang dilakukan oleh pihak ruangan sudah sesuai SOP. Sementara dr Yoga Aditia, yang juga sebelumnya tidak mau menemui Direktur RSUD ketika dipanggil untuk dimintai keterangan, di hadapan wakil bupati menuturkan, “Kita tidak bisa memprediksi kegawatan yang terjadi pada ibu Emiliana”.
Yoga menjelaskan, apa yang dilakukan dengan vakum itu sudah sesuai SOP. “Kami lakukan vakum pertama, ibu berontak dan tidak didukung dengan ngedan. Sementara vakum kedua gagal dan tiba-tiba ibu Emiliana abnu atau sesak napas dan tidak sadarkan diri. Karena situasi itu, kami coba pasangkan infuse namun vena pasien sudah kolaps sehingga infuse tidak bisa terpasangkan,” dr Yoga mengaku dan menambahkan, ada hal teknis yang tidak bisa dijelaskan di depan umum terkait kematian Ibu Emiliana. “Karena itu sangat teknis, maka kami sudah jelaskan kepada pihak keluarga Ibu Emiliana,” katanya.
Sementara itu, Plh Direktur RSUD Herman Yosep kepada wakil bupati mengatakan, langkah yang diambil untuk membeli peti jenazah itu karena situasional untuk meredam emosi keluarga saat itu. Ia juga mengakui bahwa tidak ada anggaran dalam DPA RSUD Lewoleba untuk membeli peti jenazah tapi langkah itu diambil semata karena situasional, dan ketika membeli peti pun tidak ada konfirmasi dengan Direktur RSUD yang saat kejadian itu sedang bertugas di Jakarta.
Direktur RSUD Lewoleba, dokter Bernard saat itu menyatakan apresiasi terhadap kehadiran Wakil Bupati Viktor Mado Watun, karena dengan kehadiran Wakil Bupati, semua informasi menjadi terbuka dengan jelas. “Saya senang dengan kunjungan Pa Wakil Bupati, karena sudah dua kali saya memanggil dr Yoga, Herman Yosep dan Bidan Kepala Ruangan, tapi mereka tidak memenuhi panggilan saya. Tapi di depan pa wakil bupati mereka bisa mengatakan yang sebenarnya,” tegas dr Bernard.
Ia juga mengakui bahwa ada blok-blok di RSUD Lewoleba, tapi setelah dipercayakan menjadi Direktur, pengkotak-kotakan itu sudah diminimalisir. “Sekarang hanya masalah komunikasi saja,” ujarnya.
Viktor Mado usai pertemuan dengan para bidan itu mengaku amat prihatin dengan kejadian yang dialami Ibu Emiliana. “Saya akan lakukan pendekatan dengan keluarga Ibu Emiliana. Saya akan cari waktu untuk menemui keluarga almarhuma di Lerahinga,” katanya.
Dokter Yoga ditemui di halaman RSUD usai tatap muka bersama wakil bupati menuturkan, kejadian yang menimpa ibu Emiliana itu tiba-tiba jadi sulit dicegah. “Saya ada di rumah dinas pada malam itu, dan ketika dihubungi saya langsung turun ke ruang nifas (melahirkan) kurang lebih jam 10 malam dan langsung memberi bantuan. Tapi ibu itu kemungkinan mengalami emborsi, dimana setelah ketuban pecah dan ditelan bayi. Hal seperti ini sulit dicegah. Keluarga sudah saya sampaikan dan dukun juga ada waktu itu,” tegas Yoga.
Ditanya soal mengapa ada kebijakan membeli peti jenazah, Yoga mengatakan, peti jenazah itu sumbangan spesial karena masalahnya terjadi di ruangan kebidanan, beda dengan di internal. (steni/jdz)