KUPANG – Fraksi Demokrat Solidaritas Pembangunan (DSP) DPRD NTT anggap enteng saja tantangan Gubernur NTT Viktor Bungtilu Laiskodat (VBL). Fraksi gabungan itu mempersilahkan Gubernur VBL mengambil langkah hukum terhadap sikap politik fraksi atas Laporan Pertanggungjawaban Pelaksanaan APBD 2019, dalam sidang paripurna Rabu (8/7).
“Kalau pemerintah daerah, dalam hal ini gubernur merasa dilecehkan dalam hubungan kemitraan antara pemerintah dan DPRD, maka silahkan. Kami serahkan ke proses selanjutnya, apa sikap pemerintah provinsi,” tegaa Wakil Ketua Fraksi DSP, Leonardus Lelo.
Menurut dia, DPRD punya hak untuk menyatakan pendapat, seperti yang tertuang dalam UU 23 tahun 2014 yang menyatakan DPRD punya hak interpelasi, hak angket dan hak menyatakan pendapat. “Kami jalankan sesuai fungsi dan hak kami sebagai DPRD,” tegasnya.
Ditanya soal deadline waktu satu minggu yang diberikan Gubernur VBL untuk menunjuk pelaku yang diduga terlibat korupsi, Leo menegaskan, “Kami menunggu saja. Kalau memang dianggap bukan dalam konteks kemitraan untuk membangun NTT kearah yang lebih baik, silahkan saja”.
Ketua Fraksi DSP, Reny Un juga menegaskan, pihaknya tidak berniat menuduh pemerintah ada kolusi atau KKN. Karena saat turun ke lapangan, ada laporan dari masyarakat terkait beberapa hal, lalu masuk dalam pembahasan fraksi.
“Jadi pendapat ini bukan murni dari kami, tapi ada laporan dan masukan dari masyarakat terkait beberapa item program yang tidak selesai pada 2019,” ujarnya.
Hal senada dikatakan Sekretaris Fraksi DSP, dr Christian Widodo. Ia menyebutkan, pendapat yang disampaikan dalam paripurna merupakan bentuk pengawasan DPRD atas masukan dari berbagai kalangan masyarakat. “Itu salah satu bentuk hak menyatakan pendapat kami,” tegas politisi PSI ini.
Menurut dia, jika pemerintah merasa pernyataan itu benar atau tidak, silahkan cek ke instansi terkait, bukan ke DPRD NTT. “Kami sampaikan atas semangat bersama untuk benahi kekurangan di berbagai instansi. Soal benar atau tidak, silahkan cek ke anak buahnya. Kami hanya sampaikan keluhan masyarakat. Ini baru dugaan, kami tidak menuduh,” tandas dia.
Fraksi DSP dalam pendapat akhir menyebutkan realisasi belanja barang dan jasa serta belanja modal selalu di bawah 90 persen, sehingga terpaksa dilanjutkan ke TA berikut melalui mekanisme Dokumen Pelaksana Anggaran Lanjutan (DPAL).
Sulit dibantah pula fakta bahwa keterlambatan pihak ketiga menyelesaikan pekerjaan-pekerjaan konstruksi juga disebabkan, karena yang bersangkutan memenangkan (dimenangkan) beberapa pekerjaan, sekaligus yang melampaui kemampuannya.
Pendapat ini memicu kemarahan Gubernur VBL dan meminta Fraksi DSP menunjuk pelakunya, serta memberikan deadline satu minggu, jika tidak maka akan ditempuh jalur hukum.
“Khusus dalam pemerintahan saya, jika ada yang korupsi, tunjuk di muka saya, jangan baca di podium ini, lalu tidak ada nama orang itu, kasih ke saya. Kalau dalam satu minggu ini tidak sebutkan nama, saya akan pertimbangkan untuk mengambil langah hukum,” tegas VBL. (*/jdz)
Foto : Ketua fraksi DSP, Reny Un