JAKARTA – Pemilihan kepala daerah DKI Jakarta akan menjadi bagian dalam 101 pilkada serentak 2017 mendatang. Pemungutan suara akan digelar bersamaan pada 15 Februari 2017. Itu masih delapan bulan lagi. Panitia pelaksana pun masih dalam proses rekrutmen dan anggaran di beberapa daerah belum cair.
Belum siapnya gelanggang pilkada DKI ternyata tidak mengurungkan niat sejumlah pihak memulai pertarungan dan perlawanan. Itulah yang dilakukan para pihak yang enggan kandidat petahana Basuki Tjahaja Purnama kembali memimpin Jakarta.
Bukannya mempersiapkan pertandingan yang fair di gelanggang kelak, mereka justru asyik bermain di luar gelanggang. Mereka mencoba menggempur dengan melancarkan tudingan bahwa Ahok melanggar hukum atau melakukan korupsi. Namun, tuduhan adanya korupsi dalam pembelian lahan Rumah Sakit Sumber Waras ternyata mentah di tangan Komisi Pemberantasan Korupsi.
Setelah tidak mempan menyerang sang kandidat, serangan beralih ke Teman Ahok, lembaga relawan pendukung Ahok. Mereka dituding mendapatkan aliran dana Rp30 miliar dari pengembang di lahan hasil reklamasi Teluk Jakarta. Serangan semakin gencar ketika Teman Ahok berhasil menghimpun 1 juta KTP. Sejumlah orang yang mengatasnamakan mantan relawan Ahok menyampaikan pengumpulan KTP dukungan dilakukan dengan curang. Mereka mengaku orang bayaran, bukan relawan.
Teman Ahok langsung merespons bahwa orang-orang bayaran itu sudah lama diberhentikan karena melakukan pelanggaran. Teman Ahok pun menyadari bahwa pengakuan mereka merupakan hal yang dijanjikan politikus PDI Perjuangan Junimart Girsang pada malam sebelumnya di sebuah acara televisi swasta. Junimart pula yang mula-mula menyinggung soal dugaan adanya aliran dana ke Teman Ahok.
Soal relawan atau bayaran jelas tidak bisa disimpulkan hanya dari pengakuan mereka yang tersingkir dari pergerakan. Dana operasional sebagai pengganti transportasi diberikan selayaknya karena para relawan banyak yang berasal dari kalangan bawah, minim biaya, tetapi bersedia mengumpulkan KTP.
Bagus juga Teman Ahok langsung meresponsnya agar persoalan tidak dibiarkan liar. Namun, kedua pihak tidak perlu berpanjang lidah karena persoalan KTP menjadi urusan Komisi Pemilihan Umum DKI Jakarta untuk memverifikasi. Itu sama dengan tuduhan adanya aliran dana ke Teman Ahok yang sebaiknya kita biarkan KPK menyelidikinya.
Teman Ahok sebaiknya fokus dalam mempersiapkan proses verifikasi KTP dukungan yang dibuat rumit oleh para pembuat undang-undang. Teman Ahok sebaiknya juga mematangkan gugatan uji materiil UU Pilkada ke Mahkamah Konstitusi. Mengklarifikasi setiap gosip dan fitnah yang terus-menerus ditiupkan hanya akan menghabiskan energi dan membuat konsentrasi terbagi.
Toh, sebagian besar masyarakat sudah rasional sehingga tidak mudah terprovokasi untuk memberikan penilaian dini terhadap Ahok dan Teman Ahok yang dihantam berbagai isu itu.
Gelombang simpati kepada Ahok bisa semakin tak terbendung. Militansi para pendukungnya pun semakin menguat sehingga kemungkinan Ahok memenangi pilkada Jakarta semakin membesar. Bukankah semakin kuat posisi seseorang, hantaman godaan dan serangan juga makin kencang berembus?
Para penentang sebaiknya mempersiapkan lawan Ahok untuk bertarung di gelanggang pilkada. Menjegal Ahok di luar gelanggang pilkada hanya semakin memperlihatkan kalian takut kalah sebelum bertarung. (mi/jk)
Foto : Gubernur DKI, Basuki Tjahya Purnama bersama Teman Ahok.