Tantangan Utama Walikota dan Wakil adalah Mengubah Mentalitas Warga Kota Kupang

oleh -259 Dilihat

Walikota Kupang dr Christian Widodo dan Wakil Walikota Serena Francis.

KOTA KUPANG, mediantt.com – Walikota dr Chriatian Widodo dan Wakil Walikota Serena Francis baru saja memulai debut memimpin Kota Kupang. Duet dari kalangan muda ini sedang berbenah bersama aparat demi kemajuan Kota Kupang sebagai barometer peradaban Provinsi NTT ini.

Karena itu, tantangan paling utama Walikota dan Wakil adalah mengubah mentalitas warga Kota Kupang untuk bisa menyadari diri juga sebagai warga Provinsi NTT.

Kepada mediantt.com, Selasa (5/3), Analis Kebijakan Publik, Mikhael Rajamuda Bataona mengatakan, Walikota dan Wakil Walikota yang baru ini tentu sudah paham bahwa Kota Kupang adalah barometer politik, sekaligus barometer peradaban provinsi ini. Karena itu, menurut dia, seperti apa mentalitas, jati diri, bahkan kualitas hidup, integritas dan hospitality orang NTT itu, akan diukur dari Kota Kupang.

“Maksudnya, apa saja yang ditunjukan, diunjukan dan dinampakan oleh warga Kota Kupang di kota ini, akan langsung merepresentasikan secara general kualitas hidup orang NTT di provinsi ini. Karena itu, tantangan paling pertama bagi kepemimpinan ini adalah mengubah mentalitas,” tegas dosen FISIP Unwira Kupang ini.

Untuk itu, jelas dia, pertama-tama, semua program yang sangat baik dan cerdas dari Walikota dr. Christian Widodo dan Wakil Walikota Serena Francis itu, harus benar-benar dipahami warganya. Dipahami dalam arti, dimengerti dan dilaksanakan dengan kesadaran. “Program-program penting itu, misalnya soal sampah, harus ditanamkan sampai ke dalam kesadaran warga,” ujarnya.

Pengajar Komunikasi dan Advokasi Kebijakan ini menegaskan, dengan warga sudah mengetahui program pemimpinnya, mereka akan mudah menyesuaikan tindakan dan perilaku mereka searah dengan visi dan misi pemimpinnya. Ketika program itu sudah dipahami dan dimengerti lalu dilaksanakan dengan penuh kesadaran, maka lama kelamaan akan menjadi way of life setiap warga.

“Caranya tentu saja dengan melakukan sosialisasi masif tanpa henti lewat pemberitaan media massa, juga penggunaan media sosial dan dukungan teknologi digital. Maksudnya adalah untuk bisa menanamkan nilai-nilai tentang kebersihan kota, pentingnya kesehatan, dan apa saja yang menjadi nilai paling penting yang hendak diwujudkan pemimpin baru ini,” jelas Rajamuda.

Pilihan Menantang

Menurut dia, dari program 100 hari itu, Kupang bersih dan bebas dari sampah itu pilihan paling menantang. Untuk itu, meminjam istilah komunikasi dan advokasi kebijakan, tantangan pertama bagi Cristian dan Serena adalah bagaimana memastikan proses penanaman atau cultivasi isu-isu utama dalam program mereka ke dalam kesadaran warga Kota Kupang.

“Itu yang paling utama. Sebab, tanpa transfer pengetahuan soal nilai dan isu apa yang paling penting kepada warga, program itu akan sulit diwujudkan. Dan menurut saya, pilihan paling cerdas adalah lewat contoh dan keteladanan. Praktisnya adalah semua perbuatan baik dari warga yang peduli akan masalah kebersihan, bisa digunakan sebagai contoh akan nilai keteladanan. Jika metode memviralkan keteladanan ini digunakan, akan ada banyak warga yang terpengaruh. Apalagi ini di era media sosial. Sebab keteladanan dan contoh akan sangat efektif mempengaruhi perubahan perilaku. Bahkan, secara ilmiah, perubahan perilaku itu paling mudah terjadi lewat keteladanan,” papar pengasuh mata kuliah Komunikasi Politik dan Teori-teori Kritis ini.

Untuk itu, saran dia, di awal, Cristian dan Serena harus bekerja keras mengupayakan terwujudkan banyak keteladanan di banyak kelurahan dan wilayah. Teladan tentang kebersihan di lokasi mana pun, entah di pasar, RT atau RW, atau sekolah dan jalanan umum mana saja, bisa digunakan sebagai simbol kampanye yang harus disosialisasikan secara masif dan bahkan diviralkan kepada warga untuk bisa tertanam dalam kesadarannya.

“Cara ini pada akhirnya akan efektif mengubah mentalitas. Sebab, orang akan berbuat seperti contoh. Teladan itu sangat kuat mengubah perilaku. Dengan kata lain, keteladanan atau contoh hidup biasanya menjadi sarana pemicu perubahan perilaku paling efektif,” kata Master Ilmu Komunikasi lulusan Universitas Padjadjaran Bandung.

Dia juga mengingatkan, transfer pengetahuan soal kebijakan walikota dan wakil walikota baru ini menjadi hal utama yang sangat penting dilakukan. Karena segala tindakan atau perilaku baik itu awalnya datang dari pengetahuan. Warga harus tahu dan paham program apa saja yang digencarkan Cristian dan Serena. Karena faktanya memang demikian bahwa, masalah sampah, misalnya, masih menjadi momok di kota ini.

‘Padahal, Kota Kupang adalah barometer NTT. Orang luar selalu melihat NTT dari Kota Kupang. Semuanya di-representasi-kan oleh warga Kota Kupang. Untuk itu, dalam 100 hari pertama ini Cristian dan Serena harus berpikir tajam dan bekerja serius tentang bagaimana caranya transfer mentransformasi peradaban kota ini dimulai dari penataan masalah sampah, juga lampu jalan, terutama di jalan-jalan protokol yang masih gelap gulita. Semuanya itu harus menjadi fokus. Karena sekali lagi, Kupang adalah barometer peradaban NTT,” tandas Rajamuda.

Dia menambahkan, semua pemikiran, tindakan, dan kualitas orang NTT itu akan diukur dari apa yang terjadi di Kota Kupang ini. Mulai dari masalah kebersihan, masalah sampah, hingga hospitality, bahkan moralitas orang NTT akan dilihat dan diukur dari apa yang terjadi di Kota Kupang. (jdz)