Suasana Paripurna DPRD NTT terhadap Nota Keuangan atas Pertanggungjawaban Pelaksanaan APBD TA 2020, Selasa (8/6).
KUPANG, mediantt.com – Polemik soal pinjaman daerah Rp 1,5 triliun oleh Pemerintah Provinsi NTT, makin rumit. Empat fraksi di DPRD NTT minta mengkaji ulang pinjaman itu karena membebani APBD. Apalagi dengan bunga tinggi 6,19 persen per tahun. Belum lagi pinjaman lama belum selesai dibayar, tapi nekad mau pinjam lagi. Untuk itu, Fraksi PDIP, Hanura dan PKB tegas meminta pemerintah agar lebih hati-hati dengan pinjaman itu.
Demikian intisari sikap politik Fraksi PDI Perjuangan, Hati Nurani Rakyat (Hanura) dan Partai Kebangkitan Bangsa, yang dihubungi secara terpisah di Kupang, Kamis (10/6/2021).
Anggota Fraksi PDIP, Viktor Mado Watun, mengatakan, fraksinya sangat keberatan dengan pinjaman tersebut, apalagi ditambah dengan bunga cicilan pertahun sebesar 6,19 persen. Makanya, dalam pemandangan umum fraksi, PDIP mempertanyakan urgensi pinjaman tersebut; apakah masih diperlukan atau tidak pinjaman dengan bunga besar itu.
“Kita (Fraksi PDIP) mempertanyakan; apakah masih diperlukan pinjaman dengan bunga besar ataukah kita cukup menggunakan kekuatan keuangan sendiri pada tahun anggaran 2022 untuk menuntaskan pembangunan infrastuktur jalan sebagimana RPJMD”? tegas mantan Wabup Lembata ini.
Menurut dia, fraksinya akan terus mengawal masalah ini dan berharap pemerintah bisa membatalkan. Atau setidaknya lebih rasional mempertimbangkan sua aspek seperti harapan dari fraksi-fraksi yang memberi catatan kritis atas rencana pinjaman itu, saat Rapat Paripurna DPRD NTT terhadap Nota Keuangan atas Pertanggungjawaban Pelaksanaan APBD NTT tahun anggaran 2020, Selasa (8/6). “Terlalu membebani APBD kita,” ujarnya.
Dia menambahkan, awalnya DPRD NTT memberikan persetujuan karena pinjaman sebesar itu tanpa bunga. Dalam perjalanan, menjadi pinjaman dengan bunga 6,19 persen per tahun, maka Fraksi PDIP meminta penjelasan pemerintah atas hal itu. Sebab, sebut dia, pengalaman sebelumnya, pemerintah mengajukan pinjaman Rp900 miliar, namun disetujui oleh Mendagri hanya Rp450 miliar.
“Dalam pelaksanaan, ternyata realisasi pinjaman hanya Rp300 miliar lebih, yakni dari Bank NTT sebesar Rp150 miliar dan PT. SMI 189 miliar. Itupun ada paket program yang belum diselesaikan sampai saat ini baik realisasi fisik maupun realisasi keuangan,” tandas Viktor.
Sementara itu, Ketua Fraksi Hanura DPRD NTT, Refafi Gah, mengatakan, sikap politik fraksinya tegas meminta pemerintah meninjau kembali pinjaman tersebut, terutama besaran pinjaman. Sebab, menurut dia, NTT akan mengalami beban fiskal yang tinggi mulai tahun 2021.
“Sikap kita sudah jelas seperti dalam pemandangan umum fraksi bahwa
Pemda NTT perlu meninjau kembali total pinjaman dan rencana kegiatan juga programnya, karena tingginya beban fiskal mulai tahun 2021 sampai tahun 2024,” tegas Refafi.
Anggota Fraksi Partai Kebangkitan Bangsa, Yohanes Rumat, SE, juga meminta pemerintah provinsi NTT untuk lebih cermat dan hati-hati dengan pinjaman Rp 1,5 triliun ke PT SMI. Karena pinjaman dengan bunga besar (6,19 persen) per tahun itu amat memberatkan APBD NTT. Apalagi pemerintah juga harus memikirkan alokasi dana cadangan untuk Pilgub tahun 2024.
Karena itu, menurut Rumat, Fraksi PKB
mengingatkan pemerintah agar hati-hati dengan dana pinjaman daerah terutama dana pemberdayaan ekonomi masyarakat, agar tidak mengganggu fiskal daerah. (jdz)