Tersangka Korupsi Awololong Pasti Ditahan, AKP Budi : Percayalah!

oleh -16 Dilihat

Kanit II Subdit 3 Tipidkor Ditreskrimsus Polda NTT, AKP. Budi Guna Putra, S.IK (kiri)

KUPANG – Aktifis Aliansi Mahasiswa Pemuda Peduli Rakyat Lembata (Amppera) Kupang, tak henti berjuang membuka tabir kasus korupsi destinasi wisata di Pulau Siput Awololong, Kabupaten Lembata. Kamis (28/1), mereka kembali datangi Polda NTT mempertanyakan mengapa dua tersangka belum juga ditahan. Polda NTT pun menjawab keraguan itu dengan mamastikan bahwa dua tersangka itu akan ditahan.

Mereka diterima oleh Wakil Direktur (Wadir) Kriminal Khusus Polda NTT, T. Lesmana, S.IK dan Kanit II Subdit 3 Tipidkor, AKP. Budi Guna Putra, S.IK di ruang kerja Wadir.

Pasca penetapan dua tersangka, yakni pejabat pembuat komitmen (PPK) berinisial SS dan kuasa direktur PT. Bahana Krida Nusantara selaku kontraktor pelaksana berinisial AYTL belum ditahan oleh penyidik tindak pidana korupsi (Tipidkor) Ditreskrimsus Polda NTT.

“Mengapa tersangka kasus dugaan korupsi Awololong belum ditahan?,” tanya aktifis Damasus Lodolaleng.

Padahal, demikian Amppera, pakar hukum dan aktifis HAM, Haris Hazar dan Ketua LKBH FH Undana Husni Kusuma Dinata, SH, MH, berpendapat bahwa tersangka kasus korupsi sesuai perintah undang-undang ancaman hukuman penjara paling singkat empat tahun penjara dan paling lama dua puluh tahun penjara, harus ditahan.

Ditreskrimsus Polda NTT melalui Kanit II Subdit 3 Tipidkor, AKP. Budi Guna Putra meneaskan, kedua tersangka sudah diperiksa. Kemarin ada (kontraktor) yang datang bawa dengan surat keterangan sakit. Soal penahanan, pasti ditahan.

“Kalau untuk ditahan, pasti kita tahan. Jadi nggak usah berpikir aneh-aneh lah. Pasti ditahan. Tapi penyidik harus melengkapi mindik. Berkasnya belum jadi karena harus disusun lagi agar tidak bolak-balik ke kejaksaan. Jadi, sekali jalan selesai,” tegas Budi Guna.

Ia juga menandaskan, “Mendingan kita fikskan dulu, berkas lengkap, baru kita tahan, nggak mungkin tidak ditahan, pasti ditahan. Percayalah,” tegasnya.

Menurut dia, selama ini wara-wiri ke Surabaya ke Bandung di tengah situasi Covid-19. “Kita, ibaratnya sudah gas terus ini agar cepat meski taruhan nyawa. Rencananya, usai berkas telah dinyatakan lengkap, keduanya akan ditahan sekaligus,” jelas dia.

Akibat perbuatan tersangka, dari total anggaran Rp 6.892.900.000 proyek Awololong, negara mengalami kerugian sebesar Rp 1.446.891.718,27 berdasarkan laporan hasil audit perhitungan kerugian dari BPKP Perwakilan NTT.

“Kami mendukung penuh penyidik Subdit 3 Tipidkor Ditreskrimsus Polda NTT untuk menuntaskan kasus dugaan korupsi proyek wisata Awololong secara profesional sesuai undang-undang yang berlaku,” katanya.

Berpotensi Tambah Tersangka?

Koordinator Umum Amppera Kupang, Emanuel Boli mengatakan, dalam kasus dugaan korupsi Awololong penyidik perlu mengembangkan penyidikan untuk melihat peran dan tanggung jawab masing-masing pihak, bukan hanya dua tersangka tetapi harusnya masih ada lagi tersangka.

“Apakah akan ada penambahan tersangka?” tanya Eman Boli kepada AKP. Budi Guna Putra. “Soal penambahan tersangka, menanti petunjuk dari jaksa,” jawab Guna Putra.

Sebab, lanjut dia, ada peran dan tanggung jawab Pengguna Anggaran (PA), BUD, ULP dan perlu dilihat motivasi proyek ini, siapa yang memiliki niat dan kehendak (aktor intelektual) sampai proyek ini ada.

Karena itu, Amppera Kupang mendesak penyidik agar perlu melacak dokumen-dokumen yang ada, apa proyek Awololong ini lahir dari APBD murni? Jika tidak, siapa yang memaksa agar proyek ini harus dijalankan? Yang punya ide harus diperiksa dan memberi keterangan dalam BAP. Karena itu, penetapan tersangka perlu dikembangkan dengan seluas-luasnya,” pinta dia.

Boli juga bertanya apakah Bupati Lembata, Eliaser Yentji Sunur sudah diperiksa dari 37 saksi yang telah diperiksa?

AKP Budi menjawab; “Yang bersangkutan belum diperiksa. Kita lihat dalam perkembangan selanjutnya”.

Untuk diketahui, kedua tersangka dijerat pasal 2 ayat 1 subsider pasal 3 UU Nomor 20 tahun 2001 tentang perubahan UU Nomor 31 tahun 1999, tentang pemberantasan tindakan pidana korupsi jo pasal 55 ayat 1 KUHPidana dengan ancaman paling singkat empat tahun penjara dan paling lama dua puluh tahun penjara. (jdz)