MAHAL – Tim Balai Besar Konservasi Sumber Daya Alam (BBKSDA) Nusa Tenggara Timur belum mendapat restu dari tokoh adat Desa Atanila untuk melakukan evakuasi buaya yang menerkam korban asal desa mahal beberapa hari yang lalu.
Hal ini disampaikan Ketua Tim BBKSDA NTT, David Mata di kediaman Kepala Desa Mahal Kecamatan Omesuri, Sabtu (1/2/2020), seperti dikutip dari bentara.net.
“Kami belum mendapat izin dari tokoh adat Desa Atanila karena menurut kepercayaan mereka, bahwa buaya yang memangsa manusia tersebut merupakan nenek moyang mereka,” ungkap David.
David menerangkan, kedatangan tim tersebut tidak secara serta merta langsung melakukan evakuasi buaya, tetapi mereka perlu berdiskusi terlebih dahulu bersama tokoh adat setempat.
“Karena kami sangat menghargai kearifan lokal budaya setempat,” ungkap David.
Setelah mendapat informasi terkait adanya korban terkaman buaya, Tim BBKSDA NTT langsung merespon dengan mengirim tim untuk melakukan evakuasi buaya muara tersebut.
Tokoh adat setempat hanya mengijinkan tim untuk melakukan survei lokasi muara yang merupakan tempat tinggal buaya. Diskusi terkait rencana evakuasi ini berlangsung cukup lama.
“Untuk sementara kami belum mendapat restu dari tokoh adat Desa Atanila sehingga kami tidak berani melakukan evakuasi,” kata David.
“Kami berharap masyarakat dapat mengurangi aktifitas di sekitar Pantai Natu pada malam hari karena biasanya buaya selalu mencari mangsa atau makanan hanya pada malam hari sampai menjelang pagi,” kata David.
Sementara itu, Kepala Desa Mahal, Muhammad Lukman Laba mengapresiasi dan berterimakasih kepada Tim BBKSDA NTT atas upaya positif melakukan penangkaran sekaligus evakuasi walaupun tidak mendapat restu dari tokoh adat.
“Saya ucapkan terimakasih kepada Tim BBKSDA NTT atas upaya yang dilakukan hari ini walapun tidak mendapatkan hasil yang memuaskan,” ungkap Lukman.
Lukman berharap pemerintah pusat dan daerah dapat mengambil langkah tepat sebagai upaya untuk mewujudkan keamanan bagi warga di sekitar Pantai Natu.
“Pemerintah pusat maupun daerah agar sama-sama mengambil langkah yang tepat agar tidak terjadi hal seperti ini di kemudian hari karena kejadian ini sudah memakan korban sebanyak delapan orang di area yang sama,” kata Lukman.
Ia menambahkan, dengan tidak melakukan evakuasi terhadap buaya ini, maka hal yang perlu diwujudkan adalah melakukan pemancangan papan nama di area terlarang seperti di Natu dan Noni’ agar masyarakat tidak melakukan aktifitas pada malam hari di area tersebut,” pungkasnya.
Sebelum menuju ke Desa Atanila, Tim BBKSDA NTT menyerahkan bantuan berupa uang tunai sebanyak Rp 1,5 juta kepada keluarga korban di Desa Mahal. Hal ini merupakan kebiasaan Unit Penanganan Satwa (UPS) sesuai SOP ketika ada kejadian seperti ini.
Beberapa pihak terkait yang turut berpartisipasi bersama Tim BBKSDA di antaranya Kepala Seksi UPT Dinas Lingkungan Hidup dan Kehutanan Propinsi NTT, Kepolisian Sektor Omesuri, Kepala Desa Mahal dan Atanila serta beberapa tokoh masyarakat. (*/jdz)