Turunkan Angka Stunting Butuh Keberpihakan Anggaran dan Regulasi

oleh -23 Dilihat

“Bahan pangan lokal juga memiliki kandungan nutrisi yang tinggi sehingga pemanfaatannya perlu lebih dimaksimalkan untuk pencegahan stunting. Di NTT sendiri contohnya pemanfaatan daun kelor”

KUPANG – Percepatan pencegahan stunting membutuhkan keberpihakan anggaran dan regulasi. Tanpa keduanya, target penurunan stunting hanya sekedar wacana dan pepesan kosong.

“Hingga saat ini sudah ada 260 kabupaten/kota yang ditetapkan sebagai daerah prioritas pencegahan stunting. Sebagian besar sudah menandatangani komitmen, tapi kalau dalam implementasinya tidak didukung anggaran dan regulasi yang memadai maka komitmen tersebut tidak ada artinya,” ungkap Partnership Coordinator, Tim Percepatan Pencegahan Anak Kerdil (TP2AK) Sekretariat Wakil Presiden, Karnadi Harijanto, dalam Semiloka Impelementasi Kemitraan Dalam Penanganan Konvergensi Stunting di Provinsi NTT, Rabu (4/12).

Semiloka yang digelar di Hotel Swiss Belinn Kristal Kupang tersebut dihadiri sejumlah organisasi perangkat daerah (OPD) dari tiga kabupaten yakni Kabupaten Kupang, Timor Tengah Selatan, dan Timor Tengah Utara.

Karnadi berharap, seluruh kabupaten/kota prioritas memiliki keberpihakan anggaran dan regulasi untuk percepatan pencegahan stunting. Penting, lanjut dia, karena Presiden Joko Widodo hingga tahun 2024 menargetkan prevalensi stunting turun hingga angka 14 persen dari total angka kelahiran anak.

“Butuh konvergensi program seluruh OPD agar tidak tumpang tindih. Dengan begitu seluruh program terencana dan hasilnya pun terukur,” tuturnya.

Karnadi menerangkan, ada lima pilar penting yang harus dilakukan agar semua program pencegahan stunting bisa sukses berjalan yaitu komitmen pemimpin, kampanye perubahan perilaku, konvergensi program, akses pangan bergizi, pemantauan dan evaluasi program. Karnadi optimis jika kelima pilar tersebut berjalan dengan dukungan anggaran dan regulasi maka target penurunan stunting sesuai arahan presiden bisa tercapai. Saat ini, prevalensi stunting di Indonesia masih berada pada angka 30,8%.

Karnadi juga mendorong pemanfaatan berbagai bahan pangan lokal untuk menambah asupan gizi ibu hamil dan ibu menyusui. Selain murah, panganan lokal, sebut dia, mudah didapatkan di daerah. Artinya, asupan makanan yang dikonsumsi tidaklah harus mahal, tetapi berkualitas dan tentunya kaya akan gizi.

“Bahan pangan lokal juga memiliki kandungan nutrisi yang tinggi sehingga pemanfaatannya perlu lebih dimaksimalkan untuk pencegahan stunting. Di Kupang sendiri contohnya pemanfaatan daun kelor,” imbuhnya. (jdz)

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *