Urgensi Keadilan: Meminimalisir Kemiskinan Masyarakat NTT Dalam Terang Perspektif John Rawls

oleh -26 Dilihat

Ilustrasi

Oleh: Marianus Viktor Ukat
Mahasiswa Fakultas Filsafat Universitas Katolik Widya Mandira Kupang

Abstrak

Kemiskinan di NTT bukanlah menjadi suatu hal yang baru lagi. Kemiskinan menjadi permasalahan yang sulit dihindari sebab keadilan kurang diperhatikan dengan baik. Keadilan pada dasarnya menuju pada keseimbangan atau kesetaraan tanpa merugikan pihak manapun. Dengan latar belakang kondisi sosial-budaya masyarakat yang masih bersikap mempertahakan keadaan atau kebiasaan dan tradisi yang berlaku, maka pilihan untuk selangkah lebih maju menjadi stagnan. Oleh karena itu, kondisi ini belum mampu meniti panorama kemiskinan yang masif terjadi. Akan tetapi, kemiskinan yang terjadi bukan menjadi sebuah takdir yang akan dimiliki terus oleh masyarakat NTT. Dengan kata lain, kemiskinan masih menjadi sebuah fenomena konservatif di NTT. Barangkali harus perlu dibenahi sistem yang efektif dan kondusif untuk beranjak dari problematika yang terjadi.

Artikel ini adalah kajian pustaka yang penulis rancangkan untuk melihat lebih dalam permasalahan yang terjadi untuk meminimalisirkan keadaan dengan teori keadilan dalam terang perspektif John Rawls. Menurutnya, setiap orang harus memiliki hak yang sama atas kebebasan dasar yang lebih luas dan kesamaan hak yang diberikan berbanding terbalik dengan beban kewajiban yang dimiliki setiap orang.

Dari hasil temuan kajian ini, membawa masyarakat melihat dan menyadari keberadaan dirinya sebagai manusia yang mampu menikmati kehidupan dengan bebas tanpa ada paksaan atau kehendak dari orang lain yang bersikap ego dan saling menjatuhkan dalam kondisi dilematis kemiskinan.
Kata Kunci: Kemiskinan, Masyarakat NTT, Keadilan.

Pendahuluan

Indonesia merupakan Negara kepulauan yang memiliki banyak sekali sumber daya alam di dalamnya. Kekayaan itu jika dimanfaatkan dengan sebaik mungkin tentunya akan membawa Negara ini menuju kepada kehidupan yang lebih baik lagi. Namun, Indonesia masih termasuk ke dalam Negara berkembang dan memiliki sejumlah masalah dan juga rumor terkait dengan permasalahan sosial, budaya, maupun ekonomi yang perlu untuk diperhatikan lebih mendalam. Permasalahan tersebut termasuk di dalamnya mengenai kemiskinan.

Kemiskinan merupakan isu lama yang belum sepenuhnya tertangani, khususnya di negara-negara berkembang, menyiratkan bahwa kemiskinan masih menjadi masalah dan kekhawatiran di semua negara. Kemiskinan telah muncul sebagai salah satu masalah paling kritis di Indonesia sejak awal. Kemiskinan diartikan yaitu saat keadaan induvidu atau kumpulan masyarakat, dari jenis laki-laki ataupun perempuan mengalami kekurangaan dalam hal pemenuhan dasar yang berguna untuk bertahan hidup dan meningkatkan perekonomian yang lebih baik.

Hal ini disebabkan pada kemajuan zaman yang diekspresikan melalui ilmu pengetahuan, teknologi, budaya, modernisasi dan maraknya pembangunan serta di satu sisi hanyalah memberikan kontribusi kesejahteraan pada sebagian kecil penduduk dunia. Sementara itu, kejayaan sebagian kecil manusia di belahan dunia ini seringkali menelan dan mengorbankan sebagian besar manusia lainnya ke lembah kemiskinan (terutama kalangan komunitas petani, buruh, nelayan dan usaha kecil seperti Pedagang Kaki Lima).

Dalam ranah kehidupan masyarakat NTT kemiskinan menjadi problematika yang amat serius. Pada Maret 2023, kondisi yang terjadi membawa NTT masuk dalam forum diskursus Rakornas bersama Forkompinda se-Indonesia dan mendapat peringkat ketiga sebagai Provinsi termiskin di ruang nasional. Lantaran kehidupan masyarakat NTT masih didominasi oleh daya nalar yang kolot dan kurang adanya daya tanggap masyarakat untuk sebuah kehidupan yang lebih mapan. Hal ini mengindikasikan bahwa baik pemerintah maupun masyarakat belum mampu mengurangi bahkan menghentikan kemiskinan di wilayah NTT. Sehingga maraknya kemiskinan membuat NTT tertinggal dan hidup dalam hinaan secara struktur sosial-budaya di ranah nasional. Lantas bisa dikatakan bahwa masyarakat NTT mengalami stagnansi kemiskinan yang secara perlahan terus membujuk masyarakat untuk berada pada situasi yang sama dan jatuh dalam lubang yang sama.

Demikian situasi ini, melahirkan sejumlah faktor yang mempengaruhi naiknya angka kemiskinan, misalnya upah minimun yang tidak memadai, terbatasnya lapangan pekerjaan, taraf hidup masyarakat yang buruk dan akses pelayanan yang rendah terhadap kebutuhan pokok masyarakat. Lebih parah lagi yang terjadi adalah laju inflasi pada kegiatan jual beli di pasar global. Permasalahan ini menyebabkan ketimpangan sosial semakin merajalela di tengah kehidupan masyarakat. Jelas bahwa faktor-faktor inilah membuat masyarakat NTT selalu dilema dan jauh dari kata mapan. Maka perlu diberikan pemahaman lebih dalam mengenai arti kebajikan sejati yang mampu membawa masyarakat NTT selangkah lebih maju.

Lantas tidak mengherankan jika berangkat dari problematika kehidupan masyarakat NTT, tema ini menjadi menarik untuk dibahas. Terdapat banyak perspektif para ilmuwan dalam melihat diskursus ini, satu diantaranya yakni pandangan John Rawls tentang teori keadilannya.
John Rawls merupakan satu di antara filsuf dan ilmuwan politik penting abad ke-19, berkewarganegaraan Amerika. Melalui buku master piece-nya, A Theory of Justice, Rawls meluruskan dan merumuskan kembali konsep keadilan sebagai sesuatu kesetaraan. Secara umum, teori keadilan diinspirasi dari pengalaman pribadi hidupnya. Diantaranya adalah persoalan rasial antara kulit hitam dan kulit putih. Di Amerika, penduduk kulit hitam mengalami subordinasi dari mayoritas penduduk yang berkulit putih. Kemudian Rawls juga menjadi saksi mata atas pengeboman Hiroshima- sebab pada saat itu ia masih bertugas di militer yang kemudian menjadikannya seorang aktivis anti perang.

Disamping itu, epistimologi teori keadilan John Rawls diinisiasi dari teori-teori yang berkembang saat itu antara lain; liberalisme, teori kontrak sosial, utilitarianisme, dan intuisionisme yang kemudian disempurnakan oleh Rawls melalui A Theory of Justice tersebut. Sebab menurutnya, dari keempat teori di atas masih memiliki beberapa kelemahan yang perlu disempurnakan dan dari hasil penyempurnaan keempat teori di atas, Rawls menyebutnya sebagai Reflective Equilibrium. Ia berharap Equilibrium mampu menjadi jalan tengah dan mewakili semua golongan. Sebab menurut Rawls, segala sesuatu akan menjadi belum adil jika masih ada pihak yang dikorbankan. Rawls mengembangkan teori keadilan sebagai kesetaraan berdasarkan teori kontrak sosial yang sebelumnya dikemukakan oleh Locke, Rousseau, dan Immanuel Kant, yang membawa prinsip-prinsip keadilan ke dalam jalinan masyarakat melalui konsensus atau kesepakatan.

Perlu untuk menghubungkan dengan situasi kemiskinan di NTT bahwa keadaan ini menjadi sebuah perhatian khusus oleh instansi pemerintahan dalam memberdayakan kehidupan masyarakat. Namun tak dapat dipungkiri bahwa dalam lembaga pemerintahan, korupsi praktis kerapkali terjadi tanpa terlihat di permukaan sehingga mengakibatkan masyarakat tidak mampu merawat dirinya sesuai tarap hidup kelompoknya dan tidak mampu memanfaatkan tenaga, mental maupun fisik. Terdapat tiga aspek kemiskinan yaitu Pertama, kemiskinan multidimensi yang artinya kebutuhan manusia beragam, maka kemiskinan juga memiliki banyak aspek. Dari kebijakan umum kemiskinan meliputi aspek primer berupa miskin akan aset, organisasi politik, dan pengetahuan serta keterampilan dan aspek sekunder berupa miskin jaringan sosial, seumber keuangan, dan informasi. Kedua, aspek kemiskinan tersebut saling berkaitan secara langsung maupun tidak langsung, yang berarti kemajuan atau kemunduran pada salah satu aspek yang berpengaruh pada aspek lainnya.
Ketiga, kemiskinan erat kaitannya dengan pedesaan dan sebagainya, faktanya yang mengalami kemiskinan adalah penduduk atau manusianya.

Berhubungan dengan itu, Konsep keadilan distributif yang digagas oleh filsuf politik AS, John Rawls, adalah jawaban atas masalah ketimpangan sosial ekonomi lewat kemiskinan. Menurut Rawls, perlu ada skema keadilan sosial dalam lembaga-lembaga publik untuk memastikan distribusi ekonomi, kekayaan sosial, peluang, kebebasan dan rasa hormat secara fair. Rawls menggagaskan konsep keadilan distributif yang biasanya dipahami sebagai skema pembagian keuntungan ekonomi yang diatur sedemikian rupa sehingga “menguntungkan orang-orang yang paling kurang beruntung”.

Masyarakat miskin memiliki hak-hak dasar yang sama dengan masyarakat lainnya. Hak-hak yang diakui secara umum adalah terpenuhinya kebutuhan pangan, kesehatan, pendidikan, pekerjaan, perumahan, air bersih, pertanahan, dan lingkungan hidup, rasa aman dari ancaman kekerasan dan hak untuk berpartisipasi dalam kehidupan sosial politik baik perempuan maupun laki-laki. Ukuran yang digunakan para analis dalam menetapkan jumlah penduduk miskin adalah cenderung pada pendekatan pemenuhan kebutuhan pokok. Seseorang dikatakan miskin apabila dalam pemenuhan kebutuhan pokok makanan asupan kalorinya minimal 2100 kkal/hari per kapita, atau pemenuhan kebutuhan pokok non makanan seperti yang dikemukakan diatas.

Oleh karena itu dalam penulisan ini, penulis menggarisbawahi prinsip-prinsip konsep keadilan distributif sebagai senjata melawan problematika kemiskinan di NTT dan mengarahkan masyarakat untuk hidup lebih mapan serta berdaya nalar menghasilkan sesuatu hal baru untuk kehidupan yang layak dihidupi.

Pembahasan; Kemiskinan di NTT

Nusa Tenggara Timur (NTT) menyimpan pesona alam yang luar biasa, namun menyimpan duka kemiskinan yang mendalam. Data Badan Pusat Statistik (BPS) tahun 2023 menunjukkan bahwa angka kemiskinan di NTT mencapai 21,87%, lebih tinggi dari rata-rata nasional sebesar 9,70%. Kemiskinan ini menjadi benalu yang menggerogoti kehidupan masyarakat NTT, membatasi harapan, dan menghambat kemajuan. Kondisi alam di Provinsi NTT begitu tandus dan gersang. Kekeringan, rawan pangan menjadi permasalahan rutin warga NTT. Kemiskinan, kasus gizi buruk, angka putus sekolah, serta akses fasilitas kesehatan yang kurang memadai menjadi mata rantai lanjutan dari persoalan.

Ketika melihat penyebab kemiskinan dari banyak sisi, salah satu faktor penyebab kemiskinan yang juga turut membangun yaitu akses terhadap informasi melalui jaringan internet menjadi salah satu hal yang juga penting. Di era teknologi yang semakin maju pesat, penyebaran informasi di antara masyarakat diharapkan bisa lebih baik dengan berbagai alternatif alat komunikasi yang semakin bervariasi. Dengan akses yang baik terhadap teknologi informasi dan komunikasi (TIK) diharapkan bisa membantu menurunkan angka kemiskinan. Pembangunan dalam bidang informasi dan komunikasi terus dikembangkan, namun ini belum terjadi di semua tempat, juga belum pada semua orang oleh karenanya ada kesenjangan. Pemerintah memiliki tanggung jawab moral untuk menciptakan kondisi yang memungkinkan setiap individu untuk mencapai kesejahteraan dan keadilan. Kesenjangan sosial pada masalah kemiskinan di NTT bagaikan benang kusut. Realita yang terjadi mendesak dialog dan partisipasi aktif seluruh elemen masyarakat dalam merestrukturisasikan sistem sosial dan ekonomi yang timpang.

Memahami akar penyebab kemiskinan di NTT sangatlah penting untuk merumuskan solusi yang tepat dan berkelanjutan. Beberapa faktor yang berkontribusi pada kemiskinan antara lain, faktor geografis dan iklim dimana NTT terletak di wilayah kering dengan curah hujan yang rendah. Hal ini berdampak pada sektor pertanian yang menjadi mata pencaharian utama masyarakat sehingga menyebabkan gagal panen dan ketahanan pangan yang rendah. Berhubungan dengan itu, kondisi geografis NTT yang terfragmentasi dan terpencil dengan infrakstruktur yang minim juga menyulitkan akses terhadap layanan dasar, seperti pendidikan, kesehatan dan pasar. Lebih lanjut pada faktor sosial dan budaya, dimana praktik budaya patriarki yang membatasi perempuan untuk mengakses pendidikan dan peluang ekonomi. Hal ini menjadi lemahnya koordinasi keterbatasan kaum perempuan untuk maju dan ikut ambil bagian dalam menyuarakan kesejahteraan dan keadilan di dalam pengelolaan sistem pemerintahan. Peran kaum perempuan sepatutnya mendapat perhatian. Oleh karena itu, sumbangsi yang ditawarkan kaum perempuan juga memiliki potensi untuk menjadi agen perubahan (Agent of Change).

Penerapan Teori Keadilan Rawls pada Kemiskinan di NTT

Menyelami problematika ini melalui perspektif John Rawls, seorang filsuf terkemuka, menawarkan lensa kritis untuk menakar urgensi keadilan dalam upaya meminimalisir kemiskinan di NTT. Teori keadilan John Rawls, yang menekankan pentingnya menciptakan masyarakat yang adil dan setara. Rawls mengemukakan dua prinsip moral fundamental. Pertama, setiap orang memiliki hak yang sama atas kebebasan dasar. Dengan kata lain, kebebasan berbicara, berekspresi, dan berserikat. Kebebasan ini merupakan fondasi bagi individu untuk hidup dan berkembang sesuai dengan nilai dan cita-cita mereka. Kedua, ketimpangan sosial dan ekonomi hanya diizinkan jika ketimpangan tersebut menguntungkan mereka yang paling tidak beruntung dalam masyarakat. Prinsip ini menekankan bahwa keadilan sosial tidak tercapai hanya dengan kesetaraan formal, tetapi juga dengan distribusi sumber daya yang adil dan merata.

Penerapan prinsip-prinsip Rawls di NTT menuntut restruktur sistem sosial dan ekonomi yang timpang. Akses terhadap pendidikan dan kesehatan yang berkualitas, infrastruktur yang memadai, dan peluang ekonomi yang adil harus dijamin bagi seluruh warga NTT, terutama mereka yang terperangkap dalam jerat kemiskinan. Mewujudkan keadilan di NTT bukan tugas mudah, namun bukan pula hal yang mustahil. Diperlukan langkah nyata dan terarah. Maka dari itu, untuk melakukan aksi nyata dengan memperhatikan dan melakukan berbagai kemajuan. Pertama, reformasi agraria dimana situasi ini mempermudah akses petani terhadap lahan dan sumber daya alam serta mendorong pertanian berkelanjutan untuk meningkatkan ketahanan pangan. Selain itu, masyarakat perlu dilibatkan secara aktif dalam perumusan dan pelaksanaan program pengentasan kemiskinan. Hal ini dapat dilakukan melalui musyawarah desa, forum-forum diskusi masyarakat, dan kegiatan gotong royong. Kedua, investasi pendidikan mampu meningkatkan mutu di daerah pelosok dengan memastikan akses pendidikan yang inklusif bagi semua anak, dan mendorong pengembangan keterampilan yang relevan dengan kebutuhan pasar kerja. Seperti contoh, anak-anak di daerah terpencil di NTT memiliki akses yang terbatas terhadap pendidikan berkualitas. Hal ini membuat mereka sulit untuk mendapatkan pekerjaan yang layak dan keluar dari kemiskinan. Ketiga, memperkuat layanan kesehatan. Hal ini dapat dijangkau dengan memperluas jangkauan layanan kesehatan berkualitas hingga ke pelosok, memastikan ketersediaan obat-obatan dan tenaga kesehatan yang memadai, serta meningkatkan edukasi kesehatan masyarakat.

Keempat, membangun infrastruktur yang merata diberbagai pelosok daerah, seperti pembuatan jalan raya, jembatan, dan jaringan irigasi untuk mendukung konektivitas serta meningkatkan akses terhadap peluang ekonomi. Kelima, mengembangkan ekonomi lokal supaya mendorong pertumbuhan ekonomi lokal melalui pemberdayaan UMKM, pengembangan pariwisata berkelanjutan, dan pemanfaatan sumber daya alam secara tanggung jawab. Pemerintah perlu mendorong partisipasi sektor swasta dan organisasi filantropi dalam upaya pengentasan kemiskinan. Hal ini dapat dilakukan dengan memberikan insentif pajak dan kemudahan perizinan bagi pihak-pihak yang terlibat dalam program-program sosial.

Senada dengan itu, pemerintah juga perlu merumuskan dan melaksanakan program pengentasan kemiskinan yang terarah dan efektif, seperti pemberian bantuan langsung tunai, program pelatihan keterampilan.
Penerapan prinsip-prinsip Rawls di NTT membutuhkan penyesuaian dan kerja nyata agar sesuai dengan realitas sosial dan budaya di NTT. Maka perlu untuk menindaklanjuti dengan melakukan dialektisasi serta partisipasi aktif masyrakat NTT dalam merumuskan solusi yang benar dan tepat. Secara lebih mendasar peristiwa tersebut mengklaim para pemimpin masyarakat untuk berjuang lebih keras menemukan jalan keluar yang relevan sesuai zaman.

Kesimpulan

Judul tersebut menggarisbawahi pentingnya keadilan dalam upaya untuk mengurangi kemiskinan di masyarakat Nusa Tenggara Timur (NTT), dengan merujuk pada perspektif John Rawls. John Rawls adalah seorang filsuf politik yang terkenal dengan teorinya tentang keadilan sebagai kesetaraan yang adil. Dalam konteks ini, urgensi keadilan menekankan perlunya adilnya distribusi sumber daya dan peluang di NTT agar kemiskinan dapat diminimalisir.

Keadilan, menurut perspektif Rawls, berkaitan erat dengan prinsip-prinsip yang harus diterapkan dalam pembagian sumber daya dan peluang. Konsep utama dalam teorinya adalah “veil of ignorance” atau selubung ketidaktahuan, yang mengharuskan kita untuk membuat keputusan tentang keadilan mengetahui posisi sosial, ekonomi, atau politik kita dalam masyarakat. Ini menekankan pentingnya memperlakukan semua individu secara adil, tanpa memihak kepada mereka yang memiliki keuntungan sosial atau ekonomi tertentu. Dalam konteks masyarakat NTT, di mana kemiskinan masih menjadi masalah serius, penerapan prinsip-prinsip keadilan Rawlsian dapat menjadi panduan berharga. Ini dapat mengarah pada upaya untuk merancang kebijakan publik yang memperhatikan kebutuhan masyarakat yang paling rentan, serta memastikan bahwa sumber daya dan peluang didistribusikan secara adil. Misalnya, program-program bantuan sosial dan pendidikan dapat dirancang dengan memperhitungkan kebutuhan masyarakat NTT dan memberikan kesempatan yang sama bagi semua individu untuk mengembangkan potensi mereka.

Selain itu, melalui pendekatan keadilan Rawlsian, penting untuk memperhitungkan prinsip kesetaraan kesempatan. Ini berarti memberikan akses yang adil terhadap pendidikan berkualitas, layanan kesehatan yang memadai, dan peluang ekonomi bagi semua orang di NTT, tanpa memandang latar belakang sosial atau ekonomi mereka. Dengan demikian, kesetaraan akses ini dapat membantu mengurangi kesenjangan dan meminimalisir kemiskinan di masyarakat NTT. Secara keseluruhan, judul tersebut menyoroti perlunya mengintegrasikan prinsip-prinsip keadilan, terutama yang diilhami oleh pemikiran John Rawls, dalam upaya untuk mengatasi kemiskinan di NTT. Dengan memperhatikan kebutuhan dan hak setiap individu secara adil, diharapkan masyarakat NTT dapat mencapai pembangunan yang lebih inklusif dan berkelanjutan. (***)

DAFTAR PUSTAKA

Akbar, Ria Kartini, and Zainal Arifin. “Tingkat Kemiskinan Pada Kabupaten/Kota Di Provinsi Nusa Tenggara Timur Tahun 2015-2021.” Jurnal Ilmu Ekonomi JIE 7, no. 01 (2023): 81–94.

Amadi, T S. “Konsep Keadilan John Rawls Dan Relevansinya Terhadap Pengembangan Masyarakat” (2012).
https://repository.uinjkt.ac.id/dspace/handle/123456789/2139%0Ahttps://repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/2139/1/TUBAGUS SOLEH AHMADI-FDK.pdf.

Christiani, Nurani Vita, and Anna Elllenora Nainupu. “Pengaruh Akses Terhadap Internet , Listrik Dan PDRB Per Kapita Terhadap Tingkat Kemiskinan Di Nusa Tenggara Timur Tahun Penyedia Data Statistik Berkualitas Untuk Indonesia Maju Pengaruh Akses Terhadap Internet , Listrik Dan PDRB Per Kapita Terhadap.” Jstar 1, no. 1 (2021): 37–52.

Filosofis, Telaah, Tentang Keadilan, Kontributif Dan, Martabat Kerja, Manusia Serta, Implikasinya Bagi, and Paradigma Ekonomi. “Jurnal Ledalero” 22, no. 2 (2023): 120–142.
Labola, Yostan Absalom. “Faktor-Faktor Yang Memengaruhi Kemiskinan Di NTT.” Jurnal ResearchGate 6, no. 2 (2018): 1–5.

Mangi, Arya Umbu Djuma Mone, and Marseto Marseto. “Pengaruh Tingkat Pengangguran, Inflasi, Dan Pertumbuhan Ekonomi Terhadap Kemiskinan Di Ntt.” Equilibrium: Jurnal Penelitian Pendidikan dan Ekonomi 20, no. 02 (2023): 257–265.

Sabuna, Demarce, and Kadir Ruslan. “Analisis Pengaruh Dana Desa Terhadap Kemiskinan Di Nusa Tenggara Timur.” Jurnal Statistika Terapan 3, no. 1 (2023): 27–36.

Wahyudhi, Syukron, and Faza Achsan Baihaqi. “Kontekstualisasi Teori Keadilan John Rawls Pada Konstelasi Kemasyarakatan Di Indonesia (Studi Korelasi Antara Al-Quran Dan Bibel).” Al-Mada: Jurnal Agama, Sosial, dan Budaya 6, no. 2 (2023): 158–169.

Wulandari, Sari, Ahmad Prayendi Dasopang, Ginie Aulia Rawani, Idzni Hasfizetty, Muhammad Yunus Sofian, Reni Dwijaya, and Selfia Rachmalija. “Kebijakan Anti Kemiskinan Program Pemerintah Dalam Kemiskinan Di Indonesia.” Jurnal Inovasi Penelitian (JIP) 2, no. 10 (2022): 3209–3217.

Yuanita, Alifa Cikal. “Menelaah Konsep Keadilan Hukum Teori Keadilan John Rawls Dalam Pemutusan Hubungan Kerja Secara Sepihak Terhadap Pekerja Migran Indonesia Di Luar Negeri.” Interdisciplinary Journal on Law, Social Sciences and Humanities 3, no. 2 (2022): 130.