PROSES legislasi undang-undang (UU) sapu jagat atau omnibus law memasuki babak baru. Seusai memicu pro dan kontra serta unjuk rasa masif pascapengesahan oleh DPR pada 5 Oktober 2020, UU Cipta Kerja itu mulai mendapat pengakuan.
Beleid baru itu diserahkan DPR kepada pemerintah pada 14 Oktober 2020 untuk selanjutnya ditandatangani Presiden. Tidak lama setelah itu, unjuk rasa masif mulai berangsur surut. Sambutan hangat dan dukungan dari berbagai kalangan pun mulai mengalir.
Salah satu yang sangat signifikan datang dari lembaga keuangan terkemuka internasional, Bank Dunia. Melalui keterangan resminya, kemarin, Bank Dunia menyatakan mendukung langkah pemerintah dalam mempercepat pemulihan ekonomi melalui UU Cipta Kerja.
Bank Dunia, dalam pernyataan itu, menilai omnibus law merupakan langkah reformasi besar untuk menjadikan Indonesia lebih kompetitif dan menuju masyarakat yang sejahtera. “UU ini dapat mendukung pemulihan ekonomi dan pertumbuhan jangka panjang yang tangguh di Indonesia,” tegas Senior External Affairs Offcer Bank Dunia, Lestari Boediono, dalam keterangan resminya.
Dukungan dan pengakuan Bank Dunia atas upaya reformasi melalui lahirnya UU Cipta Kerja sungguh patut disambut gembira. Dukungan dan sambutan hangat dari Bank Dunia tersebut dapat merefleksikan penilaian bahwa upaya reformasi yang dilakukan pemerintahan Presiden Joko Widodo sudah berada di jalur yang benar. Artinya, regulasi baru itu telah paralel dengan ekspektasi masyarakat investor internasional.
Kita berharap dukungan dari Bank Dunia itu dapat segera membantu perekonomian kita dalam menarik investor, menciptakan lapangan kerja, dan memerangi kemiskinan.
Yang juga kita inginkan ialah, melalui lahirnya UU Cipta Kerja, berbagai aturan yang tumpang-tindih dan menyulitkan kalangan investor dapat segera terhapus.
Dengan demikian, Indonesia kelak tidak lagi dinilai sebagai negeri yang rumit dan ribet untuk berbisnis.
Seperti hasil survei yang dirilis TMF Group, sebuah lembaga konsultan dan riset yang berbasis di Belanda, Indonesia menempati posisi pertama sebagai negara paling kompleks untuk berbisnis berdasarkan indeks kompleksitas bisnis global (GBCI) periode Juni 2020. Indonesia ada bersama empat negara lain yang masuk peringkat lima besar paling rumit untuk berbisnis, yaitu Brasil, Argentina, Bolivia, dan Yunani.
Dengan lahirnya UU Cipta Kerja, kita berharap penilaian seperti yang dirilis oleh laporan TMF Group itu tidak lagi mengemuka. Dalam kaitan itu pula, kita mendorong agar pemerintah, baik pusat maupun daerah, bersinergi untuk segera membuat beleid baru itu diimplementasikan di lapangan.
Seperti kita ketahui, di negeri ini ada begitu banyak regulasi yang dinilai sangat baik dan hebat di atas kertas, tetapi ketika diterapkan di lapangan berubah menjadi macan kertas. Dalam konteks itulah kita mendorong agar implementasi UU Cipta Kerja benar-benar dikawal. Jangan sampai beleid baru ini menjadi macan kertas yang kesekian kalinya.
Kita ingin memastikan benar hal itu tidak terulang. Karena itu, untuk mengawal implementasi UU Cipta Kerja, aturan pelaksanaan atas beleid baru ini harus komprehensif. Kita mendukung agar peraturan pemerintah dan peraturan presiden yang disiapkan untuk melengkapi UU Cipta Kerja mengakomodasi seluruh stakeholder dalam lanskap perekonomian nasional maupun internasional.
Harus dipastikan bahwa peraturan pelaksanaan yang lahir akan menghasilkan pertumbuhan ekonomi yang inklusif dan berkelanjutan. Jika tidak, energi besar bangsa ini yang telah tercurah demi lahirnya beleid baru itu hanya akan berakhir sia-sia. Jangan sampai! (e-mi/jdz)