Viktor Lerik Protes Larangan Dewan Bicara Lewat Media Massa

oleh -35 Dilihat

Kupang, mediantt.com – Gara-gara sikap politik anggota DPRD NTT dari Gerindra, Viktor Lerik, yang suka blak-blakan di media massa seperti facebook, twiter, termasuk laporannya ke Kejaksaan Tinggi NTT soal proyek siluman di Dinas PU sebesar Rp 7 miliar, DPRD NTT mulai mengambil kebijakan tegas. Yakni, melarang anggota DPRD NTT memberikan keterangan rahasia atau pernyataan yang bertentangan dengan keputusan rapat yang tidak dihadiri secara penuh oleh anggota DPRD. Larangan yang dibahas dalam forum rapat pimpinan dan anggota dengan agenda pembahasan tata tertib larangan itu, langsung diprotes oleh Viktor Lerik dan kolehanya yang lain.

Rapat yang dipimpin oleh Ketua DPRD NTT, Anwar Pua Geno dan dihadiri oleh 43 orang anggota DPRD, Rabu (6/5/2015) itu, sempat diwarnai aksi protes dari beberapa orang anggota DPRD.

Dalam tata tertib khususnya pada pasal 4 point D, Ketua DPRD, Anwar Pua Geno, menawarkan rumusan agar anggota DPRD NTT dilarang memberikan informasi yang menurut sifatnya rahasia kepada masyarakat sesuai ketentuan perundang-undangan, sedangkan dalam poin E, DPRD dilarang memberikan keterangan atau pernyataan kepada publik melalui media massa cetak maupun elektronik atau media sosial lainnya yang bertentangan dengan keputusan rapat yang tidak dihadirinya secara penuh dan atau tidak dihadiri oleh anggota dewan yang memberi komentar.

Tidak terima dengan rumusan itu, anggota DPRD NTT Viktor Lerik menolak pasal tersebut dengan argumentasi bahwa perumusan peraturan yang ada hanya ingin membungkam kebebasan anggota dewan dalam menjalankan tugasnya sebagai penyalur aspirasi masyarakat.

Menurut Viktor, peraturan tersebut sengaja dirumuskan oleh dewan, dengan tujuan untuk membungkam perjuangannya terhadap dugaan proyek siluman di Dinas Pekerjaan Umum NTT sebesar Rp 7 miliar yang sudah dilaporkannya ke Kejaksaan Tinggi NTT, Senin (4/5/2015).

“Aturan tata tertib dewan yang disampaikan pimpinan dewan sama dengan gaya kepemimpinan pada rezim orde baru. Perlu diketahui bahwa saya punya media komunikasi dengan masyarakat yakni Facebook, sehingga saya menolak keras dan protes, kalau ada batasan seperti ini. Kita memiliki kebebasan untuk berbicara kepada publik kalau memang ada indikasi penyimpangan yang berujung pada kerugian negara,” kata Viktor.

Viktor menduga kuat, ada upaya untuk membungkam dirinya dalam mengusut proyek siluman yang terjadi dengan membuat aturan tersebut.

Viktor pun bahkan siap untuk berhadapan dengan 64 anggota dewan lainnya, jika memang tidak mendukung langkah yang diambilnya tersebut atau berniat untuk membungkamnya. Viktor juga siap dipecat dari anggota DPRD.

“Saya mau tanya, Ini mau bungkam siapa, sehingga harus pakai batas-batas seperti ini, ketika saya melihat ada kongkalikong dan ada proyek siluman apakah saya harus diam? Jangan karena sekarang lagi ramai bicara di media masa soal proyek siluman, lalu mulai dibungkam. Ini maksudnya apa? saya siap berhadapan dengan anggota dewan lain, kalau menentang perjuangan saya dan saya siap dipecat demi perjuangan saya ini, karena saya berjuang untuk kepentingan masyarakat dengan melapor proyek siluman ke Kejaksaan,” tegas Lerik dengan nada kesal.

Hal senada juga disampaikan dua anggota dewan lainnya yakni Welem Kale dan Kardinal Leonard Kalelena yang mengatakan bahwa dewan merupakan lembaga publik sehingga tidak boleh ada hal-hal yang dirahasiakan dalam rapat dewan yang menyangkut kepentingan publik sekaligus membatasi peran dewan dalam melakukan kritikan terhadap hasil rapat pimpinan dewan.

Menanggapi protes itu, Ketua DPRD NTT, Anwar Pua Geno, tetap pada pendiriannya yakni melarang anggota dewan untuk memberikan informasi yang menurut sifatnya rahasia kepada masyarakat sesuai ketentuan peraturan perundang-undangan dan melarang anggota dewan memberikan keterangan atau pernyataan kepada publik, melalui media masa, cetak, maupun elektronik, yang bertentangan dengan keputusan rapat, yang tidak dihadiri oleh anggota dewan yang memberi komentar.

Anwar Pua Geno kemudian meminta forum rapat dewan yang setuju dengan pasal tersebut, untuk berdiri dan yang tidak menyetujuinya tetap duduk. Dari mekanisme yang ditawarkan itu, 36 anggota dewan yang hadir secara kompak menyetujuinya dan langsung berdiri, sementara tujuh anggota dewan yang tidak setuju hanya duduk saja.

Tujuh orang anggota dewan yang menolak tata tertib tersebut yakni Viktor Lerik, Kardinal Kalelena, Leonardus Lelo, Jon Halut, Laurens Tari Wungo, Army Konay, dan Ampera Seke Selan. (jdz/kpc)